Bank Perkeriditan Rakyat Syariah

A. Pengertian
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Menurut undang –undang perbankan no.7 tahun 1992
Adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk depositoberjangka tabungan dan/ atau bentuk lainya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Sedangkan pada uu perbankan no.10 tahun 1998, disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah .
Pelaksanaan bpr yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan perinsip syariah selanjutnya diatur menurut surat keputusan Direktur Bank Indonesia No.32/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 mei 1999 tentang Bank perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah . Dalam hal ini, secara teknis Bpr Syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan sebagai mana BPR konvensional, yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah.

B. Sejarah Berdirinya BPR Syariah
Status hukum BPR diakui pertama kali dalam pakto tanggal 27 oktober 1998, sebagai bagian dari paket kebijakan keuangan, Moneter, dan perbankan. Secara historis, BPR adalah Penjelmaan dari banyak lembaga keungan, seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Pilih Nagai dll.
Berdirinya BPR Syariah tidakbisa dilepaskan dari pengaruh berdirinya lembaga-lembaga keuangan sebagaimana disebutkan di atas. Lebih jelasnya keberadaan lembaga keuangan tersebut dipertegas munculnya pemikiran untuk mendirikan bank Syariah pada di tingkat nasional. Bank Syariah yang dimaksud adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang berdiri tahun 1992. Namun Jangkauan BMI terbatas pada Wilayah-wilayah tertentu, misalnya di kabupaten, kecamatan, dan desa.

C. Tujuan BPR Syariah
Ada tujuan yang dikehendaki dengan BPR Syariah adalah :
1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang pada umumnya berada di pedesaan.
2. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.
3. Membina semangat Ukhuwah islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan pendapatan perkapita menuju kualitas hidup yang memadai.
4. Untuk mencapai tujuan oprasionalisasi BPR Syariah tersebut diperlukan strategi oprasional sebagai berikut :
a. BPR Syariah tidak bersifat menunggu terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan bersifat aktif dengan melakukan sosialisasi/penelitian kepada usaha-usaha yang bersekala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik.
b. BPR Syariah memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uanganya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil.
c. BPR Syariah mengkaji pangasa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan.

D. Usaha- usaha BPR Syariah
Pada dasarnya, sebagai lembaga keuangan syariah BPR Syariah dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah. Dalam usaha pengerahan dana masyarakat, BPR Syariah dapat memberikan jasa-jasa keuangan dalam berbagai bentuk, antara lain :
1. Simpanan Amanah
Disebut dengan simpanan amanah, sebab dalam hal bank penerima titipan amanah(trustee account) dari nasabah. Disebut dengan titipan amanah karena bentuk perjanjian adalah wadiah, yaitu titipan yang menanggung resiko.
2. Tabungan Wadiah
Dalam tabungan ini bank menerima tabuangan (saving account) dari nasabah dalam bentuk tabungan bebas. Sedangkan akad yang diikat oleh bank dengan nasabah dalam bentuk wadiah. Titipan nasabah tersebut tidak menanggung resiko kerugian, dan bank memberikan bonus kepada nasabah

.
3. Deposito Wadiah mudhorobah
Dalam produk ini bank menerima deposito berjangka (time and investment account) dari nasabahnya. Akad yang dilakukan dapat berbentuk wadi’ah dan dapat pula berbentuk mudhorobah.

Sementara, dalam menyalurkan dana masyarakat BPR Syariah dapat memberikan jasa-jasa keuangan seperti :
1. Pembiayaan Mudharabah
Dalam pembiayaan Mudhorobah bank mengadakan akad dengan nasabah (pengusaha). Bank menyediakan pembiayaan modal usaha bagi proyek yang dikelola oleh pengusaha.
2. Pembiayaan Musyarokah
Dalam pembiayaan musyarokah ini bank dengan pengusaha mengadakan perjanjian. Bank dan pengusaha berjanji bersama-sama membiayai suatu proyek yang juga dikelola secara bersama-sama.
3. Pembiayaan Bai’ Bithaman Ajil
Dalam bentuk pembiayaan ini, bank mengikat perjanjian dengan nasabah. Dan Bank menyediakan dana untuk pembelian sesuatu barang/aset yang dibutuhkan oleh nasabah guna mendukung usaha atau proyek yang sedang diusahakan.

Namun begitu, sesuai UU perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan atau bentuk lainya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan Kredit
3. Menyediakan pembiayaan dan penenmpatan dana berdasarkan perinsip Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, Deposito Berjangaka, Sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

E. Ketentuan dalam pendirian BPR syariah
Dalam mendirikan BPR Syariah harus mengacu pada bentuk Hukum BPR Syariah yang telah dalam UU perbankan. Sebagaimana dalam UU Perbankan NO. 10 tahun 1998 pasal 2, bentuk hukum suatu BPR Syariah dapat Berupa :
1. Perseroan terbatas
2. Koperasi
3. Perusahaan Daerah

F. Adapun syarat – syarat untuk pendirian BPR Syariah adalah Sebagai berikut:
1. BPR Syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan izin Direksi Bank Indonesia.
2. BPR Syariah hanya didirikan dan dimiliki oleh :
a. Warga negara Indonesia
b. Badan Hukum Indonesia yang seluruhnya pemilikanya oleh warga negara Indonesia
c. Pemerintah Daerah.
d. Duapihak atau lebih sebagaimana diamaksud dalam huruf a, huruf b, dalam huruf c.
Pemberian ijin pendirian BPR Syariah, Sebagaimana dimaksud diatas dapat dilakukan dengan dua tahap :
1) Persetujuan Perinsip, yaitu persetujuan untuk melakuakan persiapan pendirian BPR Syariah
2) Ijin Usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha BPR Syariah setelah persiapan persetujuan perinsip dilakukan.

Sk DIR BI NO.32/36/1999 tidak memberikan kemungkinan bagi pihak asing untuk mendirikan BPR Syariah. Menurut ketentuan pasal 15 SK DIR BI tersebut, yang dapat menjadi pemilik BPR Syariah adalah pihak-pihak yang :
1. Tidak termasuk dalam daftar oranga tercela dibidang perbankan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
2. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangakutan memiliki integritas yang biak, antara lain :
a. Memiliki akhlak dan moral yang baik
b. Mematuhi peraturan perundnag –undangan yang berlaku
c. Bersedia mengembangkan BPR Syariah yang sehat.
G. MODAL
Modal yang harus disetor untuk mendirikan BPR Syariah ditetapkan sekurang- kurangnya sebesar :
1) Rp. 2.000.000.000 (dua miliar) untuk BPR Syariah yang didirikan didaerah Khusus ibukota Jakarta raya dan kabupaten / kotamadya tangaerang,bogor, bekasi, dan karawang.
2) Rp 1.000.000.000 ( satu miliar rupiah) Untuk BPRS yang didirikan diwilayah ibukota propinsi diluar wilayah yang disebut pada butir a
3) Rp 500.000.000. ( lima ratus juta rupiah) untuk BPRS yang didirikan diluar wilayah yang disebut pada butir a,dan b

VI. MANAJEMEN BPRS
1. Kepengurusan
Menurut ketentuan pasal 19 SK DIR BI 32/36/1999, Kepengurusan BPRS terdiri dari dewan Komisaris dan direksi di samping kepengurusan , suatu BPRS wajib pula memiliki dewan pengawas syariah yang berfungsi mengawasi kegiatan BPRS. Jumlah anggota Dewan komisaris BPRS harus sekurang kurangaya 1 orang. Sedangkan direksi BPRS sekurang-kurangnya harus berjumlah 2 orang.
Anggota direksi dilarang memiliki anggota keluarga dengan :
1) Anggota direksi lainya dalam hubungan sebagai orangtua, termasuk mertua, anak termasuk menantu, saudara kandung termasuk ipar, suami/istri.
2) Dewan komisariat dalam hubungan sebagai orangtua, anak, suami/isteri.
Untuk menjaga konsistensi dan kelangsungan usaha bprs ditentukan bahwa:
1) BPRS dilarang melakukan usaha secara konvensional
2) BPRS tidak diperkenankan untuk merubah kegiatan usahanya menjadi BPR konvensional.
3) BPRS yang semula memiliki izin usahanya sebagai BPR konvensional dan telah memperoleh izin perubahan kegiatan usaha menjadi berdasarkan perinsip syariah, tidak diperkenankan untuk mengubah setatus menjadi BPR konvensional.
2. Pembukaan Kantor cabang
BPRS dapat membuka kantor cabang hanya dalam wilayah propinsi yang sama dengan kantor puasatnya. Pembukaaan kantor cabang BPRS dapat dilakukan hanya dengan izin Direksi bank Indonesia. Rencana pembukaan kantor cabang wajib dicantumkan dalam rencana kerja tahunan BPRS.
BPRS yang akan membuka kantor cabang wajib memenuhi persyaratan tingkat kesehatan selama 12 bulan terakhir tergolong sehat. Dan dalam pembukaan kantor cabang BPRS wajib menambah modal disektor sekurang-kuranganaya sebesar jumlah untuk mendirikan BPRS untuk setiap kantor.

H. kendala perkembangan BPR syariah
dalam prakteknya BPR syariah mengalami berbagai kendala, kendala tersebut diantaranya adalah:
1. kiprah BPR syariah kurang dikenal masyarakat sebagai BPR yang berprinsipkan syariah, bahkan beberapa pihak menganggap BPR syariah sama dengan BPR konvensional. oleh karena itu, BPR syariah perlu meneguhkan identitasnya sebagai BPR yang menggunakan prinsip syariah
2. upaya untuk meningkatkan profesionalitas kadang terhalang rendahnya sumber daya yang dimiliki oleh BPR syariah. sehingga proses BPR syariah dalam melakukan aktivitas cenderung lambat dan respon terhadap permasalahan ekonomi rendah. maka upaya untuk meningkatkan sumberdaya manusia perlu diarahkan disemua posisi, baik di posisi pemegang kebijakan ataupun berposisi dilapangan .
3. kurang adanya koordinasi diantara BPRS syariah, demikian juga dengan bank syariah dan BMT. sebagai lembaga keuangan yang mempunyai tujuan syiar islam tentunya langkah koordinasi dalam rangka mendapatkan strategi yang terpadu dapat dilakukan guna mengangkat ekonomi masayarakat. oleh karena itu dibutuhkan framework yang bisa dijadikan acuan diantara lembaga keuangan ditingkat kabupaten, kecamatan desa atapun pasar dalam melangsungkan aktivitasnya tanpa mengenyampingkan keberadaan lembaga keuangan yang lain
4. sebagai lembaga keuangan yang memiliki konsep islam tentunya juga bertanggung jawab terhadap nilai-nilai keislaman masyarakat yang ada disekitar BPR syariah tersebut. aktivtas BPR syariah dibidang keuangan sering kali tidak menyisakan waktu untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan syiar islam, artinya aktivitas keuangan BPR syariah termasuk syiar islam dibidang keuangan. tetapi aktivitas keislaman yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat secara umum perlu juga diperhatikan . BPR syariah perlu memprakarsai terbentuknya majelis-majelis taklim dan semacamnya.
5. nama "bank perkreditan rakyat syariah" masih menyisakan kesan sistem BPR menggunakan sistem BPRS konvensional. kata perkreditan tidak ada dalam terminilogi bank dan lembaga keuangan syariah. oleh karenanya, baik kiranya nama BPR syariah diganti.

I. Strategi pengembangan BPR syariah
adapun strategi pengembangan BPR syariah yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. langkah-langkah untuk mensosialisasikan keberadaan BPR syariah, bukan saja produkny tapi sisitem yang digunakan perlu diperhatikan. upaya ini dapat dilakukan melalui BPR syariah sendiri dengan menggunakan strategi pemasaran yang halal, seperti; melalui informasi mengenai BPR syariah dimedia masa. hal lain yang ditempuh adalah perlunya kerjasama BPR syariah dengan lembaga pendidikan yang mempunyai relevansi dengan misi BPR syariah untuk mensosialisasikan keberadaan BPR syariah
2. usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas SDM dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan mengenai lembaga keuangan syariah serta lingkungan yang mempengaruhinya. Untuk itu diperlukan kerjasama diantar BPR syariah atau kerjasama BPR syariah dengan lembaga pendidikan untuk membuka pusat pendidikan lembaga keuangn syariah atau kursus pendek lembaga keuangan syariah. Pusat pendidikan tersebut memiliki tujuan untuk menyediakan SDM yang siap kerja dilembaga keuangan syariah khusus BPR syariah
3. melalui pemetaan potensi dan optimasi ekonomi daerah akan diketahui seberapa besar kemampuan BPR syariah dan lembaga keuangan syariah yang lain dalam mengelola sumber sumber ekonomi yang ada. Dengan cara itu pula dapat dilihat kesinambungan kerja diantara BPR syariah, demikian juga kesinambungan BPR syariah dengan bank syariah dan BMT. Sehingga hal ini akan meningkatkan koordinasi lembaga keuangan syariah.
4. BPR syariah bertanggung jawab tehadap masalah keislaman masyarakat diman BPR syariah tersebut berada. Maka perlu dilakukan kegiatan rutin keagamaan dengan tujuan meningkatkan kesadarn akan peran islam dalam bidang ekonomi. Demikian juga dengan pola ini dapat membantu BPR syariah dalam mengetahui gejala-gejala ekonoomi sosial yang ada di masyarakat. Hal ini akan menjadikan BPR syariah dibidang keuangan lebih sesuai dengan kondisi masyarakat

Read More..
zwani.com myspace graphic comments